JAKARTA.SE- Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara ke dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina (tautan: PP Nomor 6 Tahun 2018), Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini M Soemarno telah menandatangani akta pengalihan saham seri B milik Negara sebesar 56,96% di PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk kepada PT Pertamina (Persero).
“Dengan ditandatanganinya akta tersebut, maka Holding BUMN Migas resmi berdiri dengan Pertamina sebagai induk perusahaan (holding) dan PGN sebagai anggota holding,” kata Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media F. Harry Sampurno di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (11/4) siang.
Ia menjelaskan, pembentukan Holding BUMN Migas ini sesuai arahan Presiden pada Oktober 2016 yang dituangkan dalam Roadmap Pengembangan BUMN yang telah diserahkan oleh Menteri BUMN kepada Komisi VI DPR pada Desember 2015.
Selanjutnya setelah pembentukan holding BUMN Migas itu, akan dilakukan proses integrasi PT Pertagas, yang merupakan anak usaha Pertamina dengan PT PGN. Saat ini tim gabungan dari Pertamina dan PGN terus menuntaskan rencana integrasi dimaksud dengan sasaran tercapainya konsolidasi keuangan yang sehat.
“Dengan dilakukan integrasi Pertagas dan PGN maka PGN akan menjadi pengelola midstream sampai distribusi dan niaga gas,” terang Harry Sampurno.
Sejalan dengan ditandatanganinya Akta Pengalihan Saham itu, menurut Harry, Menteri BUMN selaku Rapat Umum Pemegang Saham Pertamina juga telah menyetujui Perubahan Anggaran Dasar Pertamina terkait perubahan/peningkatan modal dan menyetujui pula prinsip integrasi Pertagas dan PGN.
Menurut Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN itu, beberapa pertimbangan integrasi Pertagas dan PGN antara lain : (i) Pertagas dan PGN memiliki lini bisnis yang sama dalam hal transportasi dan niaga gas; (ii) Terdapat potensi penghematan biaya operasional dan capex karena hilangnya tumpang tindih dalam pengembangan infrastruktur; (iii) Dapat menciptakan infrastruktur gas yang terintegrasi; (iv) Menciptakan kinerja keuangan konsolidasi yang sehat; (v) Memperkuat struktur permodalan PGN sehingga membuka ruang untuk meningkatkan kapasitas investasi untuk pengembangan bisnis gas; dan (vi) Meningkatkan setoran dividen dan pajak kepada negara.
Terkait dengan terlewatinya batas waktu 60 hari penandatanganan Akta Pengalihan Saham, sebagaimana diprasyaratkan pada Keputusan RUPS Luar Biasa PGN tanggal 25 Januari 2018, Harry Sampurno menjelaskan bahwa Keputusan RUPS Luar Biasa PGN pada tanggal 25 Januari 2018 yang pada intinya mengubah nama Perseroan dengan menghilangkan kata “Persero” akan dikukuhkan kembali pada RUPS Tahunan PGN tanggal 26 April 2018 mendatang.
Dengan demikian, terlewatinya batas waktu 60 hari dimaksud bukan berarti Holding BUMN Migas batal, karena terbentuknya Holding BUMN Migas secara hukum terjadi saat dilakukannya penandatanganan Akta Pengalihan Saham dimana seluruh hak-hak Negara RI selaku pemegang 56,96% saham Seri B di PGN secara hukum telah beralih kepada Pertamina.
“Perubahan nama PGN dengan menghilangkan kata “Persero” semata-mata merupakan aspek administratif,” kata Harry.
Meski statusnya berubah menjadi bukan Persero, menurut Harry, PGN akan tetap diperlakukan sama dengan BUMN lainnya untuk hal-hal yang sifatnya strategis. Dengan demikian, negara tetap memiliki kontrol terhadap PGN, baik secara langsung melalui kepemilikan saham Seri A Dwiwarna, maupun secara tidak langsung melalui Pertamina selaku pemegang saham mayoritas seperti diatur dalam PP 72 Tahun 2016.”
“Hal strategis, seperti perubahan Anggaran Dasar, dan pengusulan pengurus perusahaan, masih harus dengan persetujuan saham dwiwarna, apalagi jika melakukan perubahan struktur modal atau right issue tentu harus melalui persetujuan DPR sebagaimana diatur dalam PP 72 tahun 2016,” pungkas Harry.
# SE-003 | Humas Kementerian BUMN
No comments:
Post a Comment